Vrydag 19 April 2013

HUKUM BISNIS

A.    Para Pihak Dalam Sengketa
Subyek hukum dalam perdagangan internasional yaitu; Negara, perusahaan atau individu, dan lain-lain.Dalam uraian berikut,para pihak yang menjadi pembahasandibatasi pada pihak pedagang(badan hokum atau individu)dan Negara.Karena sifat dari hokum pedagangan internasional lintas batas,pembahasan pun dibatasi
hanya antara pertama,pedagang dan pedagang.yang kedua,pedagang dan Negara asing.
1.    Sengketa antara pedagang dan pedagang
Sengketa antara dua pedagang adalah sengketa yang sering dan banyak terjadi.Sengketa seperti ini sering terjadi setiap hari.Sengketanya diselesaikan dengan berbagai macam cara.Cara tersebutsemuanya bergantung pada kebebasan dan kesepakatan para pihak.
Kesepakatan dan kebebasan akan pula menentukan forumpengqadilan apa yang akan menyelesaikan sengketa mereka.Kesepakatan dan kebebasan pula yang akan menentukan hukum apa yanga akan diberlakukan oleh badan pengadilan yang mengadili sengketanya.
Kesepakatan dan kebebasan para pihak merupakan hal yang esensial.Hukum menghormati kesepakatan dan kebebasan tersebut.Sdah barang tentu,kesepakatan dan kebebasan tersebut ada batas-batasnya.Biasanya batas-batas tersebut adalah tidak melanggar UU dan ketertiban umum.
2.    Sengketa antara pedagang dan Negara asing
Sengketa pedagang dan Negara juga bukan merupakan kekecualian.Kontrak-kontrak pedagang antara pedagang dan Negara sudah lazim ditandatangani.Kontrak-kontrak seperti ini biasanya dalam jumlah(nilai)yang relative besar.Termasuk didalamnya adalah kontrak-kontrak pembangunan(development contracts).Misalnya,kontrak dibidang pertambangan.
Yang mejadi masalah adalah adanya konsep imunitas Negara yang diakui hukum internasional.Konsep imunitas ini paling tidak berpengaruh terhadap keputusan pedagang untuk menentukan penyelesaian sengketanya.Masalah utamanya adalah dengan adanya konsep imunitas ini,suatu Negara dalam situasi apapun,tidak akan pernahdapat diadili dahadapan badan-badan peradilan asing.
Namun demikian,hukum internasional ternyata fleksibel.Hukum internasional semata-mata tidak mingikuti atribut Negara sebagai subyek hukum internasional yang sempurna (par excellence).Hukum internasional juga menghormati pula individu (pedagang)sebagai subjek hukum internasional trsbatas.
Oleh karena itu,dalam hukum internasional berkembang pengertian jure imperii dan jur gestiones.Jur imperii adalah tindakan-tindakan Negara dibidang public dalam kapasitasnya sebagai suatu Negara yang berdaulat.Oleh karena iti, tindakan-tindakan seperti itu tidak akan pernah dapat diuji atau diadili dihadapan badan peradilan.
Konsep kedua,jur gestiones yaitu,tindakan-tindakan Negara dalam bidang keperdataan atau dagang.Oleh karena itu,tindakan-tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakan-tindakan Negara dalam kapasitasnya seperti orang-perorangan(pedagang atau privat),sehingga tindakan-tindakan yang seperti itu tidak dianggap sebagai tindakan-tindakan sebagaimana layaknya para pedagang biasa.Oleh karena itu tindakan-tindakan seperti itu yang kemudian menimbulkan sengketa dapat saja diselesaikan di hadapan badan-badan pengadilan umum,arbitrase,dan lain-lain.
B.    Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa
Dalam hukum perdagangan internasional,dapat dikemukakan di sini prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa perdagangan internasional.
1.    Prinsip kesepakatan para pihak(Konsensus)
Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian  sengketa perdaganga internasional.
Prinsip inilsh yang menjadi dasar untuk melaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian segketa.
Prinsip ini pula dapat menjadi dasarapakah suatu proses penyelesaian segketa yang sudah berlangsung diakhiri.Jadi prinsip ini sangat esensial.Badan-badan peradilan(termasuk abitrase)harus menghormati apa yang para pihak sepakati.
Termasuk dalam lingkup pengertian kesepakatan ini adalah:
(1). Bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak berupaya menipu,menekan atau menyesatkan pihak lainnya;
(2). Bahwa perubahan atau kesepakatan harus berasal dari kesepakatan kedua belah pihak. Artinya pengakhiran kesepakatan atau revisi terhadap muatan kesepakatan harus pula berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
2.    Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Prinsip penting kedua adalah prinsip dimana kedua belah pihak memiliki kebebasan penuh untuk memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanyadiselesaikan(principle of free choice of means).
Prinsip ini menurut antara lain dalam pasal 7 the UNCITRAL Model Law on International commercial bitration.Pasal ini memmuat definisi mengenai perjanjian arbitrase,yaitu perjanjian  sengketa ke suatu badan arbitrase.Menurut pasal ini,penyerahan sengketa kepada arbitrase  merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak.Artinya,penyerahan sustu sengketa kebadan arbitrase haruslah berdasarkan pada kebebasan para pihak untuk memmilihnya.

3.    Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
Prinsip penting lainnya adalah prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan(bila sengketanya diselesaikan)oleh badan peradilan(arbirase) terhadap pokok sengketa.Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan(ex aeqou et bono)
4.    Prinsip iktikad Baik(good  Faith)
Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan palingsentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkanadanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercermin dalam dua tahap, yangpertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yangdapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara Negara, kedua, prinsip inidisyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya melalui cara-carapenyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum (perdagangan) internasional, yaitunegosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.



5.    Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Prinsip Exhaustion of Local Remedies lahir dari prinsip hukum kebiasaaninternasional. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwasebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu Negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted ).
C.    Forum Penyelesaian Sengketa
Forum penyelesaian sengketa dalam perdagangan internasionalpada prinsipnya juga samadengan forum yang dalam hukum penyelesaian sengketa(internasional)pada umumnya.Forum tersebut adalah negosiasi,penyelidikan fakta-fakta(iquary),mediasi,konsiliasi,arbitrase,penyelesaian melalui hukum atau melalui peradilan,atau cara-cara penyelesaian sengketa lainnya yang dipilih dan disepakati para pihak.
Cara-cara penyelesaian sengketa di atas di kenal oleh berbagai Negara dan system hukum di dunia.Cara-cara tersebut dipandang sebagai bagian integral dari penyelesaian sengketa yang diakui dalam system hukumnya.Misalnya,hukum nasional RI yang dapat di temukan dalam pasal 6 UU  Nomor30 Tahun 1999 tentang arbitrase Alternatif penyelesaian sengketa.Negara lainnya adalah Amerika serikat Inggris dan Australia.
Berikut adalah uraian singkat mengenai forum-forum tersebut.Tidak semua forum dibahas,tetapi akan dibatasi pada,negosiasi,meditasi,konsiliasi, dan arbitrase.Sementara it,penyelidikan fakta(inquary)atau cara-cara lainnya yang para pihak sepakati tidak termasuk dalam bahasan.
1.    Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan ang paling tua digunakan.Penyelesaian sengketa melalui negosiasi cara yang paling penting.Setiap harinya Banyak sengketa yang diselesaikan dengan cara negosiasi tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian public.
Alasan utamanya adalah karena dengan cirri ini,para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya.Setiap penyelesaiannya pun didasarkan kesepakatan atau consensus para pihak.Kelmahan utama dalam penggunaan cara ini adalah dalam penyelesaian sengketa adalah pertama, ketika para pihak berkedudukan tidak seimbang.
2.    Mediasi
Mediasi adalahb suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga.PihaK Ketiga tersebut bisa individu(penusaha)atau lembaga atau lembaga organisasi profesi atau dagang.Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi.Biasanya ia,dengan kapasitasnya,sebagai pihak yang netral,berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.
3.    Konsiliasi
Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi.Kedua cara ini adalah melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketanya secara damai.Konsiliasi dan meditasi sangat sulit untuk dibedakan.Istilahnya acap kali digunakan secara bergantian.
Namun menurut Bherens,ada perbedaan antara kedua istilah ini yakni,konsiliasi lebih formal daripada mediasi.
4.    Arbitrase
a)    Mengapa arbitrase dipilih?
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral.Pihak ketiga ini bisa individu,arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara(ad bok).Badan arbitrase dewasa ini sudah semekin popular.Dewasa ini arbitrase sudah semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa dagang nasional ataupun internasional.
Kenapa arbitrase sekarang ini semakin banyak dimanfaatkan,sebagai berikutL:
1.    Karena penyelesaiannya relatif lebih cepat daripada proses perkara melalui pengadilan.
2.    Sifat kerahasiaannya,baik kerahasiaan persidangan maupun kerahasiaan putusan arbitrasenya.
3.    Para pihak diberi kebebasan untuk memilih hakimnya sendiri yang dinilai netral,bersih,adil,dan ahli terhadap sengketa yang sedang dihadapi.
4.    Keuntungan lainya dari badan arbitarse ini adalah dimungkinkanya para arbiter untuk menerapkan sengketanya berdasarkan kelayakan dan kepatutan(apabila memang para pihak menghendakinya)
5.    Dalam hal arbitrase internasional,putusan arbitrasenya relative lebih dapat digunakan di Negara lain dibandingkan apabila sengketa tersebut diselesaikan misalnya melalui peradilan.

b)    Perjanjian arbitrase
Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam UU No.30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis  oleh para pihak yang bersengketa. Apabila para pihak telah terikat dalam perjanjian arbitrase maka pengadilan negri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak tersebut. Dengan demikian, pengadilan wajib mengakui dan menghormati wewenang dan fungsi arbiter.
c)    Klausul Arbitrase
1.    Mengenai klausul Arbitrase
Yang dimaksud dengan isi klasual arbitrase adalah mengenai hal-hal yang boleh dicantumkan dalam perjanjian arbitrase. Penggunaan istilah klasual arbitrase mengandung kontasi bahwa perjanjian pokok yang bersangkutan di ikuti atau dilengkapi dengan persetujuan mengenai pelaksanaan arbitrase.
2.    Isi Klausul Arbitrase
Kelemahan-kelemahan klausul-klausul arbitrase adalah tidak adanya aturan yang terperinci tentang bagaimana arbitrase akan dilaksanakan, kapan, dimana, dan berapa lama akan berlangsung, serta siapa yang akan memimpin. Sebagian besar klasual arbitrase hanya menyatakan secara sederhana bahwa para pihak akan menggunakan arbitrase atas semua sengketa yang mungkin timbul dari perjanjian.
3.    Prinsip Pemisahan
Dalam kaitan dengan klasual arbitrase, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah prinsip pemisahan yang merupakan doktrin otonomi dari klasual arbitrase. Prinsip pemisahan menempatkan klausul arbitrase berdiri sendiri dan terpisah dari peristiwa-peristiwa lainnya. Prinsip separability telah diakui secara internasional, dan di masukan ke dalam pasal 16 ayat (1) Model Law 1985.
4.    Hal-hal Penting Terkait Pelaksanaan Arbitrase
Untuk mengantisipasi timbulnya persoalan dikemudian hari yang terkait dengan proses persidangan dan pelaksanaan arbitrase, telah di akui oleh internasional (termasuk di Indonesia) bahwa dalam menyusun klasual arbitrase perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
a.    Pilihan Hukum
Mengingat system nasional yang beragam, seharusnya dalam “klausul pilihan hukum” (khususnya di dalam kontrak internasional) disebutkan secara tegas dan tertulis  hukum mana yang akan berlaku akan perjanjian tersebut.
UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 56 ayat (2) tentang pilihan hukum yang menyatakan bahwa; “Para pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku pada penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak”. Sebelumnya, ditegaskan dalam pasal 56 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 bahwa; “arbiter atau majelis arbitrase mengambil keputusan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan”.
b.    Tempat arbitrase
Tempat arbitrase seharusnya di tentukan pada satu kota. Pilihan arbitrase tergantung pada beberapa faktor seperti kenyamanan para pihak, tersedianya arbiter yang berkualitas, dan lain-lain. Untuk arbitrase internasional, perlu dipilih lokasi dari Negara yang termasuk dalam Negara penanda tanganan Konvensi New York, dan bahasa yang di gunakan dalam proses.
c.    Pemilihan arbiter
Mengenai pemilihan arbiter, terdapat dua cara untuk memilih arbiter, yaitu pemilihan yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa atau yang dilakukan oleh instituisi arbitrase. Dalam hal hanya satu arbiter yang digunakan, para pihak yang bersengketa dapat mendelegasikan pilihan mereka pada instituisi arbitrase, selanjutnya kedua arbiter tersebut akan memilih arbiter ketiga untuk bergabung sebagai ketua majelis.
d.    Bahasa Pengantar Yang Digunakan
Bahasa pengantar dalam proses arbitrase dapat disepakati oleh para pihak. Dalam hal para pihak tidak menentukan bahasa yang akan digunakan, maka majelis arbitrase yang akan menentukannya dengan memperhatikan keinginan para pihak atau mendasarkan pada bahasa pengantar yang digunakan dalam dokumen-dokumen bisnis dan korespondensi dari para pihak yang bersengketa. Berdasarkan pasal 28 UU No. 30 Tahun 1999 diatur sebagai berikut; “Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan”.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking